MY FIRST LOVE
Saat itu, umurku masih 13 tahun. Aku yang kala itu duduk di kelas 2 SMP mungkin masih belum mengetahui apa itu ‘cinta’. Yang kutahu, aku mulai merasakan ‘gejolak’ aneh yang seringkali terasa dalam dadaku. Gejolak itu timbul tiap kali aku melihatnya, dan perasaan itu makin tak menentu saat aku berdekatan dengannya.
Aku yang merasakan tahun ajaran baru di kelas 2 ini, tidak merasakan perubahan apapun. Aku masih saja seorang gadis lugu yang ‘dipingit’ oleh orang tuaku. Ayah terlampau ‘over protective’ padaku. Maklumlah, aku adalah anak perempuan satu-satunya. Dua kakakku laki-laki, adikku pun laki-laki.
Tiap kali sepulang sekolah, aku langsung pulang ke rumah. Paling banter, aku pergi ke toko buku untuk sekedar membaca-baca berbagai buku di sana, atau membeli komik Jepang yang kusuka.
Siang itu, seperti biasanya aku bergegas pulang ke rumah. Tak biasanya rumahku yang sepi itu kini ‘agak’ ramai. Aku segera masuk ke rumah untuk mencaritahu apa yang terjadi di dalam sana. Pelan-pelan kubuka pintu depan dan menutupnya dengan hati-hati. Aku berjingkat melewati ruang tengah, terdengar suara ramai dari ruang bermain yang terletak di sebelahnya. Ya… ruang itu adalah tempat dimana kakak dan adikku biasa bermain playstation.
Aku berhenti di depan pintu ruang itu, lalu melalui celah pintunya aku mencoba melihat ke dalam. Tampak olehku, kakakku Andrei sedang asyik-asyiknya bermain playstation dengan…hmm…siapa ya? Aku mencoba memicingkan mata untuk melihat lebih jelas. Ah, ya… dia pasti teman baru kakak di kampusnya.
Baru-baru ini Andrei diterima di program Diploma, di sebuah universitas ternama. Kakakku yang nomor dua ini gagal masuk SPMB. Mulanya ia hendak mengikuti jejak kakak sulungku yang berhasil lolos SPMB tahun lalu di universitas yang sama. Namun apa hendak dikata, Andrei harus cukup puas dengan program Diploma-nya sekarang. Meski demikian, ia pun harus menghadapi saingan yang tidak mudah. Andrei harus mengalahkan sekitar 3000 orang, dan syukurlah… akhirnya ia mampu terpilih dalam 75 orang yang diterima di sana.
Aku masih mengamati teman kakakku itu melalui celah pintu. Wajahnya lucu, seperti perempuan. Apalagi didukung dengan kulitnya yang putih dan rambut yang dibiarkan panjang melewati lehernya. Di dalam sana, nampak ia tertawa-tawa dengan kakakku sambil asyik memainkan playstation dengan joystick-nya.
Perhatianku terpecah, saat kudengar panggilan mama. Aku bergegas ke dapur dan mendapati mama yang tengah meracik sirup lychee dan menata kue-kue di piring kecil. Begitu melihatku mama langsung tersenyum, lalu menunjuk pada nampan berisi sirup dan kue tadi.
“Tolong antar ini ke ruang bermain,” ujar mama.
Sejenak aku terdiam, namun tak lama kemudian aku pun mengangguk dan segera meraih nampan tersebut, setelah sebelumnya meletakkan tasku di kursi.
Pelan-pelan aku menguak pintu ruang bermain dan mendapati dua pasang mata yang menoleh ke arahku, tapi kemudian mata itu kembali memelototi layar TV karena game yang mereka mainkan belum usai. Namun tiba-tiba…
“Yaah…mati!” teriak cowok itu dengan kesal diiringi tawa kakakku.
Hampir saja nampan yang kubawa terjatuh, untung dengan sigap aku segera meletakkannya di karpet.
“Yuk, kita makan kue dulu,” ujar kakakku yang langsung disambut dengan uluran tangan cowok itu, yang segera meraih kue coklat di piring.
“Hmm…enak...” kata cowok itu sambil asyik mengunyah.
Aku tersenyum geli melihat expresinya.
“Manda, ngapain kamu di sini?” Tiba-tiba suara kakak membuyarkan lamunanku. Kulihat kakakku itu mengarahkan jempolnya ke arah pintu.
“Ayo…out…gue mau ngobrol sama Livery…”
Cowok yang ternyata bernama Livery itu melihatku sekilas, lalu kembali sibuk dengan kuenya. Dengan agak kesal, aku pun segera keluar dari ruangan itu.
Apa-apaan sih kak Andrei! pikirku sebal. Aku melempar tasku dengan kesal ke tempat tidur.
* * *
Tidak biasanya aku menolak ajakan teman-teman ke toko buku. Entahlah…aku rasanya ingin cepat pulang ke rumah. Aku berharap, cowok bernama Livery itu datang lagi.
Dan ternyata dugaanku tidak salah! Dari ruang tengah terdengar obrolan seru kak Andrei dengan Livery. Kali ini pun, aku mengantar nampan berisi sirup dan kue untuk kakak dan temannya yang manis itu. Seperti kemarin, Livery hanya melihatku sekilas lalu meneruskan melahap kuenya.
Aku sebenarnya bingung, kenapa aku ini? Dia rasanya tidak pernah perhatian padaku, tapi kenapa aku merasa ingin tahu lebih banyak tentang dirinya? Sorot matanya yang dingin itu… kenapa tiap kali melihatku, dia seperti itu?
Kejadian itu terus berlangsung, karena Livery sering sekali bermain ke rumah kami. Ia juga seringkali meminjam kaset playstation kak Andrei, atau sekedar menonton VCD animasi Jepang kesukaannya. Nampaknya, ia dan kakakku memiliki hobby yang sama : main playstation dan menonton animasi Jepang.
Sampai pada suatu hari, Livery datang lagi dan aku yang berada di teras rumah, mau tidak mau bicara dengannya. Apalagi dia yang lebih dulu bertanya padaku.
“Manda, Andrei ada nggak?” tanyanya acuh tak acuh.
“Oh…eh…iya…ada di dalam…masuk saja…” ujarku gugup.
Ia pun bergegas memasuki rumah. “Permisi ya…”
Nampaknya keluargaku sangat menyukainya. Bahkan kakak sulungku sering pula nimbrung dengan obrolan dia dan Andrei. Begitu pula adikku, ia sering sekali bertanding playstation dengannya. Aku benar-benar iri, aku selalu berharap seandainya saja aku bisa berada di tengah-tengah mereka dan berbicara tentang kehidupan cowok-cowok seperti mereka.
Namun anehnya, Livery yang supel pada seluruh keluargaku, tidak menampakkan respon yang menyenangkan di hadapanku. Ia tetap saja ‘dingin’ tiap kali bertemu denganku, malah aku yang sibuk mengatasi kegugupanku dan debaran jantung yang tak karuan. Alhasil, aku hanya bisa melamunkan dirinya jika aku berada di kamar. Membayangkan wajahnya yang sedang tersenyum, atau berbicara dengan antusias. Ia sungguh membuatku terpesona!
Selidik punya selidik, ternyata Livery lulusan sekolah khusus pria. Pantas saja ia bersikap seperti itu padaku. Tapi aneh juga, padahal kudengar dari mama, kalau dia juga punya adik perempuan bungsu yang masih SD. Setidaknya, ia harusnya masih bisa menerimaku yang juga perempuan.
Aku makin bingung dengan perasaanku. Aku jadi takut. Apa ini yang namanya ‘cinta’? Aneh memang, padahal rasanya Livery tak pernah ‘melihatku’, tapi kenapa dalam hatiku, dia begitu ‘berarti’? Ketika dia tak datang, rasanya rumah kami sepi, sesepi hatiku. Kalau dia tertawa, rasanya dunia ini menjadi indah! Aku selalu berpikir, mungkin lebih baik begini… menyimpan rasa sukaku hanya dalam hati saja.
Sampai beranjak ke bangku SMU, perasaanku tak berubah. Aku menganggap Livery adalah ‘cinta pertama’-ku. Aku benar-benar tak bisa melupakannya. Entahlah… meski ia hanya sesekali bicara denganku, tapi itu sudah cukup. Asal bisa ‘memandang’nya dari jauh, rasanya itu pun sudah cukup bagiku.
Aku tahu, mungkin Livery hanya akan menganggapku sebagai adik. Biarlah… aku memendam rasa cinta ini. Yang kulakukan saat usiaku yang ke-15 ini adalah menuangkan rasa sukaku pada Livery dengan menulis… menulis… dan menulis… Aku membuat sebuah novel. Novel manis dan romantis yang berisi seluruh khayalanku tentang Livery, novel yang mewakili seluruh perasaanku padanya. Cinta murni sejak SMP, yang kujaga hingga kini.
Aku selalu berpikir… gadis seperti apa yang disukai Livery. Akhir-akhir ini, tiap kali datang ke rumahku, wajahnya nampak berseri-seri. Sejak satu setengah tahun lalu, kakakku sudah pindah jurusan. Yah… ia sudah mencoba ‘mengadu nasib’ lagi lewat SPMB dan berhasil! Mulanya ia ingin mempertahankan kuliah Diploma-nya juga, sembari mengambil kuliah regulernya. Namun ternyata tidak semudah yang ia kira, program Diploma-nya banyak menyita waktu dan banyak berbenturan dengan kuliah S1-nya. Akhirnya diputuskan, ia meninggalkan program Diploma-nya dan memfokuskan pada kuliahnya sekarang. Yang aku heran, kenapa Livery masih suka bermain ke rumah kami? Meskipun memang intensitasnya tidak sesering dulu.
Aku makin merasa Livery mulai jarang main ke rumah. Dengar-dengar sih, dia sedang sibuk mengerjakan tugas akhirnya. Lagi-lagi aku merasakan ‘keanehan’ pada perasaanku. Perasaan ini… mengapa aku merasakan kerinduan yang memuncak, di saat dia tidak datang ke rumah.
Aku juga merasakan hal lain… yah… rasa ini… kecemburuan yang muncul dalam hatiku. Aku jadi berpikir, jangan-jangan ada gadis yang disukainya. Kalau ya, siapa dia? Seperti apa wajahnya? Penampilannya? Tingkahnya? Sifatnya? Aku merasa sedih, kecewa, takut, dan cemburu. Semua rasanya bercampur menjadi satu dalam hatiku. Dan dari kesemuanya itu, timbul satu ungkapan dalam benakku : Betapa beruntungnya gadis itu!
Tak terasa waktu berlalu, kini aku sudah menginjak bangku kuliah. Novelku laris manis. Aku benar-benar tak menyangka! Yang kutulis hanyalah ungkapan hatiku, kisah cintaku yang ada dalam khayalan indahku. Khayalan seorang gadis SMU yang mendambakan cinta yang entah kapan dapat terwujud. Aku memang payah, aku bahkan tak sanggup membuka hatiku pada pria lain. Aku hanya berharap, lewat tulisanku ini, perasaanku yang terpendam selama ini dapat tersampaikan padanya.
Aku juga tak tahu, bagaimana keadaannya sekarang. Yang kudengar, ia sudah bekerja. Sekali-kali ia datang ke rumahku untuk mengobrol dengan kakakku, dan yang bisa kulakukan hanyalah mencuri-curi pandang padanya. Ia tampak sudah lebih dewasa kini. Tapi, itu justru membuatku makin merasa ‘jauh’ darinya. Mungkin juga, ia kini sudah menemukan tambatan hati.
Aku sadar, kini aku bukan Amanda yang dulu lagi, Aku harus membuka hatiku pada pria lain. Aku percaya, suatu saat aku akan menemukan kasih yang sejati. Maka biarlah kusimpan rasa cintaku yang murni ini tetap dalam hatiku, dan menjadi kenangan yang indah dalam hidupku.
* * *
“Wah… kamu kak Amanda, ya ? Minta tanda tangannya, dong!” seru seorang gadis ABG menghampiriku.
Aku tersenyum padanya. Memandang gadis itu, bagaikan melihatku di cermin waktu dulu. Waktu aku… merasakan cinta pertamaku.
* * * * *
February ’ 3rd, 2004
To my ex ‘rival’ :
I wrote this story, cause I really understand how you feel…
-------------------------
Story ini dimuat di tabloid 'Teen' pada tahun 2005
Saat itu, tabloid yang semula bernama 'Fantasi' ini berubah nama untuk pertama kalinya & untuk yang pertama kalinya pula mereka memuat cerpen teenlit ini di tabloid mereka sejak berganti nama
Saya sangat beruntung menjadi orang pertama yang dimuat cerpennya di tabloid tersebut ^_^
Sekarang tabloid tersebut sudah berubah menjadi majalah & bahkan berubah nama lagi menjadi 'Wonder Teen', tapi sampai sekarang saya belum lagi mengirim cerpen pada mereka hehehe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar