Welcome to my lovely blog ^_^

I named this blog with 'Queen of Rain', because it reminds me of Roxette's song that has the same title

But I also have another reason, it's because I like rainy season ^^

Sometimes, I feel sad when I saw the rain...

It brings me back to lots of memories...

I also think that sometimes at those rainy times, it feels like such a romantic moment ^_~

Senin, 22 Agustus 2011

My Soul Sista'


 
Dia bukan saudara kembarku. Kami beda 7 bulan. Secara fisik, kami sangat mirip. Bahkan, wajah kami hampir sama. Sampai-sampai banyak orang yang selalu mengira kalau kami memang kembar. Dari mulai teman-teman dan guru di sekolah, juga teman-teman sepermainan kami di rumah. Pokoknya, semua orang yang mengenal kami. Lucunya, orang yang baru melihat kami pun, pasti akan mengatakan hal yang sama.

Sebenarnya, dia adalah adikku, namanya Ayla. Sedangkan aku sendiri bernama Alya. Nama kami pun hampir mirip ya? Tapi, di antara sekian banyak kemiripan diantara kami, ada juga yang sangat berlawanan. Misalnya, Ayla cerewet, aku tidak banyak bicara. Ayla sangat energik dan aktif, aku kelihatannya diam dan pasif. Ayla suka jalan-jalan dan shopping, aku lebih suka diam dirumah dan membaca buku. Ayla modis sedangkan aku kuno, hiksss…

“Kak Alya, lagi ngapain?” Tiba-tiba suara Ayla membuyarkan pikiranku. Aku segera menoleh padanya sambil tersenyum dan menutup buku yang kubaca barusan.


“Lagi iseng baca novel,” ujarku singkat. Ayla duduk di tepi tempat tidurku dan tangannya mengulur mengambil novel itu.


“Wah…ini novel yang baru aja terbit kan? Aku mau pinjem dong…" Pintanya dengan suara manja seperti biasanya.

“Kayaknya, novelku yang kamu pinjem kemarin belum dibalikin deh,” entah kenapa, nada suaraku berubah menjadi sindiran. Soalnya terus terang saja, aku agak kesal dengan cara Ayla memperlakukan buku-buku yang dia pinjam dariku. Pasti ada yang hilang lah, lecek lah, sampai sampul luarnya robek lah, dipinjam temannya dan nggak dikembalikan lah, dan seribu alasan lainnya yang jelas bikin aku sangat kesal.

Ayla hanya tertawa. Sebelnya… aku jadi gemas dan ingin mencubitnya.


”Please… aku pinjem yah?? Aku janji, pasti aku balikin deh,” rayunya.


Aku menggeleng kuat-kuat, “Nggak ah, janjimu palsu!” ujarku bermaksud menggodanya. Eh, tanpa disangka-sangka, dia langsung berbalik dan beranjak dari tempat tidurku sambil menjulurkan lidah,


“Weeek…dasar pelit!” dan ia pun segera menghambur keluar dari kamarku, karena takut kukejar.


óóóóóóóóóóóó


“Alya, Ayla kemana?” tanya mama saat makan siang. Aku menggelang, “Nggak tahu. Ada di kamarnya kali, Mam!” ujarku sekenanya.


“Panggil sana ajak dia makan,” suruh mama sambil tersenyum dan menyendok nasi ke piringnya.


“Ah…paling-paling dia tidur. Biarin aja, Mam. Nanti kalo laper, dia juga bakal turun untuk makan.”

Kamar Ayla memang terletak di lantai atas. Aku masih ingat, saat berebut kamar itu. Mama dan Papa membuat dua kamar untuk kami masing-masing. Yang satu ada di bawah, dan satu lagi di atas. Aku jelas ingin kamar yang di atas. Alasannya, agar aku lebih leluasa untuk mendapatkan suasana yang tenang. Karena di bawah pasti berisik, ada suara TV, suara anak tetangga yang berteriak-teriak, suara radio, ataupun suara ibu-ibu mengobrol di depan rumah, dan entah suara rebut lainnya. Kalau kamarku diatas, pasti aku bisa belajar dengan leluasa tanpa gangguan suara itu.

Tapi, Ayla ternyata merengek minta kamar di atas. Dan, tentu saja ini sangat mengesalkan.


óóóóóóóóóó


“Kok aku nggak dibangunin?” tanyanya padaku dengan nada agak kesal sambil mengucek-ngucek matanya. Kelihatan sekali kalau ia baru bangun dari tidur panjangnya bak putri tidur yang kemalaman, karena saat ini hari memang sudah gelap. Jadi kesimpulannya, dia tidur sejak siang sampai menjelang malam. Sungguh waktu tidur yang panjang dan lupa waktu.

“Kenapa aku nggak dibangunin?” Ayla mengulang pertanyaannya.


“Karena kamu tidurnya kayak kebo sih,” jawabku santai. Ayla langsung pasang tampang cemberut.


“Enak aja, aku kayak kebo. Bukannya kak Alya yang kalo tidur kayak vampir di dalam peti. Meski ada gajah ambruk, kak Alya pasti tetep nggak bakal bangun, kan?”

Yee… dia membalasku lagi, pikirku rada bete.


”Mama juga ikut-ikutan nggak ngebangunin aku. Eh, udah gitu, sekarang juga nggak ada. Memangnya mama kemana?” Ayla segera mengalihkan pembicaraannya, sebelum aku membalas ucapannya yang tadi.


“Ini kan hari Minggu, dan mama lagi arisan,” kataku.


“O iya, aku lupa,” ujar Ayla langsung menepuk dahinya.

“Tadinya, mama mau bangunin kamu, tapi aku yang nggak bolehin.” Aku melirik Ayla, yakin kalau dia pasti akan semakin kesal. Tuh bener kan! Karena sebentar kemudian, Ayla langsung mengacak-acak rambutku dengan gemas.


“Ih…dasar kak Alya nyebelin.” Namun aku tahu, ia melakukan ini hanya becanda. Lain denganku, yang sepertinya selalu benar-benar kesal padanya. Kenapa ya? Apa aku bukan kakak yang baik?

“Ke Mall yuk!” ajaknya tiba-tiba. Hah? Ke Mall? Hari gini ke Mall? Yang benar saja…


“Aku besok ada ulangan Sejarah,” tolakku.


“Yaah…payah!” Ayla manyun lagi. “Ayolah bentaaaar aja…” rayunya.

Dan benar saja, sesaat kemudian…

TIDAAAAK! Kenapa aku jadi sudah berpakaian rapi dan bersiap untuk pergi begini?? Uh…Ayla memang paling bisa ngerayu orang!

Sebentar kemudian, kami berdua sudah mengelilingi Mall sambil bergandengan dan tertawa bersama, layaknya saudara kembar yang baru saja lepas dari pingitan orang tuanya. Ups… kami bahkan lupa memberitahu mama dan menitipkan kunci pada tetangga, karena mama belum pulang arisan saat kami pergi.

“Baju ini bagus untuk kak Alya,” ujar Ayla mengambil satu baju warna pink dan langsung menempelkannya padaku, seolah hendak mencocokkannya. Aku langsung menepisnya.


“Ah…nggak, aku nggak cocok pake pink. Warnanya terlalu menyala.”

“Lho? Apanya yang terlalu menyala? Justru bagus loh, Kak. Kelihatan berseri dan ceria gitu.” Ayla tetap tidak peduli dengan penolakanku dan terus menempelkan baju itu kembali padaku. Sudah kuduga… akhirnya dia membelinya!

Dan dugaanku satu lagi benar, kami dimarahi mama. Setelah mendapat ceramah yang cukup panjang dari papa yang padahal baru saja pulang dari luar kota, kami memasuki kamar kami masing-masing. Aduuuh… aku juga belum mengulang membaca pelajaran Sejarah untuk ulangan besok. Aku mengeluh dan… dalam hati aku menyalahkan Ayla.


óóóóóóóóóó


“Kak Alya…” sebuah suara yang sangat kukenal, nampak terdengar sumbang di telingaku.

“Apa?” tanyaku galak.

“Aku mau…”

“Mau apa?” Aku kembali bertanya dengan galak.

Ayla tidak jadi bicara, dan segera menghambur keluar dari kamarku. Aku yakin, dia pasti akan mengadu pada mama.

Bener kan, aku jadi berantem sama Ayla. Aku marah-marah nggak tahu juntrungannya. Menyalahkannya mengenai kemarin malam hingga membuatku tidak sempat mengulang pelajaran Sejarah.

“Gara-gara kamu, aku jadi nggak bisa ngerjain ulangan Sejarah kemarin. Semua tanggalnya tertukar-tukar. Kamu kan tahu, kalo pelajaran Sejarah tuh susah, harus menghafal kejadian dan tanggal-tanggalnya. Aku jadi nyesel, kenapa ikut kamu!”

“Aku juga sebel, kamu kalo pinjem komik atau novelku pasti nggak pernah balik dalam keadaan semula. Ada yang ilang lah, robek lah!” lanjutku dengan suara yang makin meninggi.


“Trus, kalo pinjem baju juga. Nggak pernah bajuku balik dalam keadaan beres. Selalu mulur bagian lehernya. Aku kan sudah bilang, kalau mau ngambil baju dari gantungan baju, ngelepasnya jangan dari atas. Kalau dari bawah nggak bakal mulur kayak gini!!!” tanpa sengaja aku melempar baju kesayanganku ke arahnya.

“Kalau nyetel radio juga jangan kencang-kencang suaranya, aku jadi nggak bisa tenang!” jeritku lagi.

Aku langsung berlari kembali ke kamarku dan membanting pintu dengan keras, seperti yang selama ini dilakukannya. Padahal aku sangat sebal melihatnya seperi itu. Kenapa sekarang aku jadi mirip dia??

Yah… aku terlalu marah padanya seolah aku melepaskan semua kesalahanku yang terpendam sekian lama padanya.

Aku menangis di kamarku. Aku juga nggak tahu…kenapa aku jadi begini. Kayaknya aku berubah menjadi Alya yang jahat!! Tadi, kulihat Ayla hanya diam sambil memandangku dengan perasaan bersalah. Tapi aku nggak memperdulikannya. Buat apa?? Dia salah kok. Wajar kalau aku marah padanya.

Tok… tok… sebuah ketukan terdengar perlahan di pintu kamarku. “Siapa?” tanyaku dengan galak, kupikir itu Ayla.


“Alya, ini Mama.” Mendengar itu, aku langsung beranjak dari tempat tidurku, setelah mengusap air mataku. Lalu aku membuka pintu, dan nampaklah mama di balik pintu. Dan aku mempersilakan mama masuk. Mama hanya tersenyum dan membelai rambutku.

“Mama tahu, kamu kesal banget sama Ayla. Tapi, kamu harus maklum… dia kan adikmu. Kamu tetep harus sayang sama dia.sebenarnya, dia tadi mau ngasih ini sama kamu…” Mama mengulurkan secarik kertas padaku.

Apa ini?? Aku menerima kertas itu dan membacanya. Ini… tanda bukti pendaftaran untuk mengikuti pemilihan model di sebuah majalah remaja! Kenapa Ayla bisa tahu, kalau aku menginginkannya.

“Ayla tahu kamu ingin banget ikut pemilihan itu,” ujar mama seperti bisa membaca pikiranku. “Ayla membacanya di buku harianmu. Katanya, kamu pengen ikut tapi nggak pede. Makanya, dia mengisi formulirnya dan mengantar langsung ke sana, tanpa sepengetahuanmu.”

Perlahan, butir-butir air mata kembali menetes di pipiku. Tapi, ini bukan air mata kekesalan dan kemarahan seperti yang tadi. Melainkan air mata penyesalan dan haru yang bersamaan muncul, saat mengingat bagaimana kebaikan Ayla selama ini padaku.

Aku… memang benar-benar jahat!! Seharusnya, aku lebih menyayanginya dan memaklumi setiap kenakalannya. Bukankah aku kakaknya? Dan dia adikku? kami kan bersaudara. Sudah sepantasnya, kita saling menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Yup! Kubulatkan tekad, aku akan menghampirinya dan minta maaf padanya. Nggak ada salahnya, kalau seorang kakak minta maaf pada adiknya. Apalagi ini memang salahku. Dia juga suka minta maaf padaku. Masa aku yang salah, aku nggak minta maaf juga??

Dan satu hal yang sepertinya kulupakan selama ini… dia sesungguhnya benar-benar ‘My Soul Sista’!



óóóóóóóóóóóóóóóó



Oleh: Marisa 

 PS : Ada yang lucu dengan story ini, maksudnya adalah; saya mengirimkannya ke sebuah majalah atau tabloid, saya pun lupa hahaha yang jelas pada tahun 2010 cerita ini diterbitkan di salah satu media.

Saya mengetahuinya dari sebuah blog yang ternyata tertarik dengan cerita saya yang di-publish itu hehehe

anyway, thanks so much to Gita yang bikin saya jadi tahu kalau cerita saya ini dimuat tanpa saya mengetahuinya.

Lucunya, saya kadang seperti itu, saking seringnya menulis; saya kadang lupa itu dikirim ke mana ya???

Tahu-tahu ada yang bilang dimuat lah, atau tahu-tahu dikontak lah oleh pihak media-nya, atau kadang tahu-tahu dapat honornya *yang terakhir ini yang enak* ^^

Tapi kadang sedih juga kalo ada yang dimuat, tapi media yang memuatnya lupa bayar honornya *gubrak*

yaaah... begitulah suka duka dalam dunia tulis-menulis ^_^

yang penting, tetap semangat menulis dari hati ^_~