Welcome to my lovely blog ^_^

I named this blog with 'Queen of Rain', because it reminds me of Roxette's song that has the same title

But I also have another reason, it's because I like rainy season ^^

Sometimes, I feel sad when I saw the rain...

It brings me back to lots of memories...

I also think that sometimes at those rainy times, it feels like such a romantic moment ^_~

Minggu, 28 Oktober 2012

Love Hurts



                   LoVe HuRtS

 

 
Hatiku hancur mengenang dikau...
Berkeping-keping jadinya...

            Syair dari tembang lawas milik Tetty Kadi itu rasanya terus terngiang di telinga Erick. Biasanya ia tertawa kalau mendengar lagu yang lumayan sering disetel oleh mamanya tersebut, karena lagu itu sepertinya terdengar sangat cengeng di telinganya. Namun ia tak menyangka, kini justru sebaliknya. Ia rasanya ingin mematikannya dan bahkan ingin melempar tape tersebut agar lagu itu berhenti.
            Ini semua gara-gara cewek itu! Cewek cantik bernama Ita yang sebulan lalu sempat jadi pacarnya. Sebulan gitu loh? Males banget nggak sih? Buang-buang waktu aja kan?
            Padahal sepertinya waktu sebulan itu dipenuhi rasa berbunga-bunga sepanjang hari di dalam hatinya. Sampai-sampai hampir setiap hari ia menggambar hati di buku catatannya. Lalu, menuliskan namanya dan nama Ita di tengah gambar hati tersebut. Alhasil, saat Pak Beno (guru paling killer di antara yang paling killer) melewati bangkunya, ia langsung mengambil buku yang tengah diukir dengan gambar hati oleh sang “pujangga cinta” Erick dan melemparkannya ke luar kelas dengan ‘sukses’.
            Tidak pernah terbayangkan olehnya, gadis itu telah mengkhianatinya dan menorehkan luka yang sangat dalam pada hatinya. Hati ini benar-benar bagai disayat oleh pisau tajam yang sudah diasah berkali-kali oleh tukang asah pisau. Udah diasah berkali-kali, sama tukang asah pisau lagi, tuh... gimana nggak makin hancur hatinya?
            Semenjak putus itulah, Erick juga seolah jadi nggak punya semangat hidup. Kerjanya cuma ngelamun aja... Makan nggak selera, tidur nggak bisa, main nggak niat, belajar apalagi! Sepertinya buku pelajaran di depannya selalu menertawakannya. Lagu romantis dan kata-kata cinta terdengar mengiris di telinganya. Lidahnya kelu jika ingin bicara dan nggak mampu merasakan nikmatnya makanan lezat. Hidungnya pun seolah mati rasa, semua aroma makanan sesedap apapun tercium hambar.
Pokoknya kini ia sangat ‘anti’ jika berdekatan dengan hal-hal yang ‘berbau’ cinta. Kulitnya seolah gatal kalau bersentuhan dengan bantal berbentuk hati yang ada di rumahnya, juga buku puisi cinta yang selalu ada di bawah bantalnya, serta VCD film romantis yang nggak pernah lepas dari tontonannya. Hmm... kenapa saat jatuh cinta waktu itu dia jadi kayak “cewek” ya? Nggak heran saat itu adik ceweknya sampai mengejeknya. Akan tetapi sekarang, ia rasanya ingin muntah jika berhadapan dengan segala yang berhubungan dengan CINTA.
            Erick berjalan pelan menuju sebuah lemari. Dibukanya laci di bawah lemari tersebut, dan dari dalamnya ia mengeluarkan sebuah kotak. Kotak berisi kenangannya bersama Ita. Ia mengambil seluruh barang yang ada di dalamnya. Foto-foto dan surat cinta, berbagai barang lain pemberian Ita, ataupun barang yang sempat mereka beli bersama.
            Usai mengamati barang-barang itu, perlahan ia meraih sepucuk surat di antara sekian banyak surat cinta yang bertumpuk dari Ita. Ia mulai merobek surat itu satu demi satu, hingga akhirnya habis tak bersisa. Puas! Sepertinya ‘beban’ di hatinya berkurang sedikit. Lalu pandangannya beralih pada foto-foto mereka. Kok rasanya sayang ya, kalau dirobek juga? Setidaknya, nanti gue bisa sedikit pamer sama orang-orang kalo gue pernah punya cewek yang cantik, pikir Erick - yang meski galau tapi ternyata masih bisa mikir juga.
            Foto itu pun tak jadi dirobeknya. Kali ini Erick melirik ke arah boneka lompat pemberian Ita. Boneka itu berbentuk badut yang siap mengagetkannya jika kotak kecil itu dibuka. Erick hendak membuangnya, ketika tiba-tiba ia mengurungkan niatnya itu. Boneka ini terlampau lucu untuk dibuang, bisiknya dalam hati.
            Selanjutnya ia melirik pada gantungan kunci berbentuk bola bowling yang dibelinya bersama Ita. Gantungan kunci itu susah payah mereka dapatkan, setelah hampir 2 jam mengitari sebuah mall. Itu juga tinggal satu-satunya, udah gitu pakai acara rebutan dulu sama anak kecil lagi. So pasti, Erick nggak mau ngalah dong. Enak aja, dia udah cari kemana-mana dan akhirnya dapat, masa’ mau menghilangkan kesempatan begitu saja. Akhirnya, dicarilah ‘jalan damai’, Erick dan Ita sepakat membelikan mainan untuk anak itu sebagai pengganti gantungan kunci tersebut. Sial! Mainan itu jauh lebih mahal!
            Lagi-lagi Erick membatalkan acara membuang gantungan kunci itu. Gue susah dapetinnya, sayang kalo dibuang, pikirnya.
            Demikian seterusnya, Erick gagal menyeleksi barang-barang tersebut dan tidak jadi membuangnya! Alasannya sudah tentu macam-macam : terlalu unik lah, terlalu mahal lah, terlalu keren lah, terlalu manis warnanya lah, terlalu jauh belinya lah (soalnya barang yang satu ini cuma ada di Jepang), terlampau murah lah (justru karena murah, dia mungkin nggak bisa lagi dapat barang seperti itu dengan harga yang sama), dan ‘terlalu-terlalu’ lainnya yang membuatnya tidak tega untuk menyingkirkannya.
            Keputusan terakhir : Erick menyimpan kembali benda-benda tersebut. Hanya surat yang dirobeknya dan hmm... terakhir ia melirik buku diary milik bersama yang ditulisnya bergantian dengan Ita. Ia pun tanpa pikir panjang merobek buku itu sampai sekecil semut... eh kutu ding (btw, lebih kecil kutu atau semut sih? ^^ ). Yang jelas Erick nggak sempet mikir karena udah pusing ‘abis’.
            Tiba-tiba didengarnya ponselnya beredering. Dari Ita! Cewek itu nangis-nangis minta maaf dan ngajak “balik” lagi. Mereka pun berjanji untuk bertemu di dekat pohon tauge di belakang sekolah besok siang.
            “Hiks... jangan lupa bawa diary kita berdua ya... Gue pengin baca lagi dari awal untuk mengingat kebersamaan kita dan nanti kita isi bareng lagi,” ujar Ita di tengah isak tangis penyesalannya.
            Dueeer!!! Ucapan itu serasa petir menggelegar di telinganya. Mampus deh gue! pekik Erick dalam hati. Ia sudah tidak bisa lagi berkonsentrasi dengan suara Ita di seberang sana. Di pikirannya kini menari-nari bayangan Ita yang pasti akan memandangnya dengan bola matanya yang penuh kilatan api.
            Putus salah? Balik salah? Bener-bener gawaaaaat!!!

*   *   *


PS : story ini dimuat di majalah 'Story' sekitar tahun 2009
saya menggunakan nama samaran saat menulisnya ^_^
cerita ini dulu dibuat dari tugas saat saya dapat beasiswa sekolah penulisan di tahun 2005
waktu itu saya & teman-teman harus membuat sebuah cerita yang di dalamnya mengandung tindakan yang dilakukan oleh 5 panca indera manusia
jadilah saya menulis cerita ini ^^
barulah di tahun 2009 saya mencoba mengirimnya ke majalah & dimuat ^_~