Welcome to my lovely blog ^_^

I named this blog with 'Queen of Rain', because it reminds me of Roxette's song that has the same title

But I also have another reason, it's because I like rainy season ^^

Sometimes, I feel sad when I saw the rain...

It brings me back to lots of memories...

I also think that sometimes at those rainy times, it feels like such a romantic moment ^_~

Minggu, 16 Desember 2012

Bidadariku 'Tlah Kembali

BIDADARIKU ‘TLAH KEMBALI



Kalau aku udah pindah nanti, kamu janji ga bakal ngelupain aku kan?”
“He-eh…pasti!”

*   *   *

            Fiuuh…aku terbangun dari tidurku. Berkali-kali kata-kata itu selalu terngiang dalam mimpiku. Itu kan janji zaman SD, masa’ sih gue ga bisa ngelupa’in itu, sungutku dalam hati sambil mengikat sepatuku setelah sarapan.
            “Bimo, ini uang jajannya,” teriak mama dari dalam sambil menyusulku.
            Oh iya! Aku sampai lupa dengan hal ‘penting’ semacam itu. Tanpa itu, bisa-bisa aku ‘cengo’ seperti kucing ompong saat melihat teman-teman jajan di kantin. Eh…salah ding, maksudku ‘sapi ompong’. Aku bergegas ke dalam lagi untuk mengambilnya dan sekali lagi aku mencium pipi mama sebelum berangkat.
“Abis sekolah, langsung pulang ya,” seru mama kala aku melambaikan tanganku dan tersenyum padanya di dekat pintu gerbang.
“Beres!” Aku mengacungkan jempol sambil segera berlari. Sepuluh menit lagi bel berbunyi. Meski rumahku berada tepat di belakang sekolah, bukan berarti aku bisa santai kan?
            Aku memasuki kelasku, ketika kulihat Alda sedang tertawa cekikikan dengan beberapa cowok dari kelas sebelah. Gile bener! Dia kan pacarku! Kok seenaknya gitu sih tertawa dan bercanda sebebas itu. Udah gitu, mesra banget lagi! Aku terus mengerutu dalam hati sambil memperhatikan cewek cantik berambut lurus itu dari bangkuku. Rambutnya itu emang luar biasa Te-O-Pe, makanya dia jadi model iklan shampoo. Nah tuh… tambah lagi kan kegiatannya yang bikin dia bakal makin dekat sama cowok-cowok lain, selain aku.
Bel berbunyi dan Alda pun bergegas masuk kelas sambil menebar senyum manis padaku serta pasang tampang wajah ‘ga berdosa’. Idih…dia ga nyadar apa, kalo aku udah dari tadi merhati’in dia. Apa dia emang pura-pura ga liat or matanya yang normal itu sekarang kudu pake kacamata?
“Eh, Bimo…udah datang ya?” sapanya sambil langsung duduk di sebelahku.
Puh! Dari tadi tahu, gue ada di sini dan melihat senyum ‘maut’-loe yang hampir membunuh cowok-cowok itu! batinku kesal sambil memandangnya dengan BeTe.
“Kok diem aja? Lagi BeTe ya?” tanyanya lagi sambil menggoyangkan lenganku.
“Tuh, Pak Ramlan dateng. Mending balik ke tempat duduk-loe gih,” ujarku seolah tidak mengindahkan ucapannya.
Alda langsung cemberut, tapi kemudian tersenyum lagi. “Ya udah, sampe nanti ya…” ujarnya sambil melayangkan ‘kiss bye’ ke arahku dan menuju bangkunya.
            Jujur! Aku benar-benar menyukainya! Tapi, sikapnya itu kok ya bikin aku ‘gondok’ hampir setiap hari. Aku sudah berusaha untuk bersabar, tapi…
“Yak! Keluarkan PR kalian.” Suara Pak Ramlan mengejutkan aku. Kontan aku langsung bergegas meraih tas dan mengeluarkan buku bahasa Inggrisku dan…mati aku! PR-ku tertinggal di rumah!
Dodo teman sebangkuku terlihat memasuki kelas dengan wajahnya yang pucat. Ia terlambat! Pasti ia lebih ‘mati’ lagi daripada aku. Tuh kan, Pak Ramlan langsung menghampiri dan menegurnya,“Halo, Mas…rumahnya di HongKong ya?”
Seluruh kelas tertawa, sementara Dodo yang mukanya tadi pucat bak mayat kini mulai memerah bagai kepiting rebus. Untung saja, Dodo hanya disuruh berlari keliling lapangan sebanyak 5 kali. Tapi itu kan lumayan (Lumayan capek maksudnya). Terus, bagaimana denganku ya?
Pak Ramlan terus memeriksa PR dari satu bangku ke bangku lainnya, sampai tiba di bangkuku… “Mana PR-nya?” suara Pak Ramlan yang dekat di telingaku terdengar bagai kilat menyambar.
“Pak…eung…maaf, PR saya ketinggalan,” jawabku jujur.
“Nama saya Ramlan, bukan eung!” bentaknya sambil meralat sesuatu yang sebenarnya tidak perlu. “Lagipula, kamu mau bohong sama saya? Cari alasan aja! ‘Basi’ tahu!” ujarnya makin marah dengan disisipi bahasanya yang tetep ‘gaul’.
“Bener, Pak….saya nggak bohong. Sudah saya kerjakan, tapi tertinggal di meja belajar,” sahutku membela diri.
Pak Ramlan menghela nafas. “Ya udah, hmm…rumah kamu deket kan? Sekarang juga kamu lari dan ambil tuh PR. Ga’ pake lama ya!” 
Aku mengangguk dan sambil menunduk minta izin pada Pak Ramlan, aku segera berlari secepat kilat ke rumahku. Di rumah, mama hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihatku yang nampak stress mengikat tali sepatu karena tak kunjung terikat. Baru saja aku hendak pergi… “Eh, ini bukunya!” teriak mama.
Aku kembali lagi dan segera meraihnya. “Makasih…daaah mama!!!”
Aku berlari sepanjang gang rumahku dan gedebruk! Alamak aku pake acara jatuh lagi. Bener-bener ‘ga lucu’ banget! Udah ketinggalan PR, sempat-sempatnya gue jatuh di sini, lagi-lagi aku bersungut dalam hati.
“Wah…kok jatuh, Mas… Hati-hati dong, jangan buru-buru gitu… Santai aja…” suara lembut seorang gadis diiringi tawa cekikikan nampak terdengar tak jauh dari tempatku jatuh.
Aku meliriknya dengan malu plus pengin tahu, kaya’ apa sih cewek yang berani-beraninya ngetawa’in cowok seganteng gue?! Busyet! Ternyata cantik banget! Lebih cantik dari bidadari! (Emang bidadari cantiknya kaya’ apa?)
Tanpa ‘ba bi bu’, aku langsung kembali berdiri dan ambil langkah seribu meninggalkan tempat itu. Nanti aku ga mau lewat situ lagi ah! Aku mau ambil jalan memutar, niatku dalam hati.
Aku kembali memasuki kelasku dengan diiringi tatapan BeTe dari Pak Ramlan. “Lama amat, Mas. Main kucing-kucingan dulu sama tetangga ya?”
Aku hanya tersenyum malu. Dalam hati aku berseru, Bukan main kucing-kucingan, tapi ditertawakan seperti kucing yang jatuh dari pohon!
Segera saja kuserahkan PR-ku pada Pak Ramlan yang kemudian tersenyum melihat hasil pekerjaanku. “Bagus! Saya tahu, kamu pasti tidak malas,” ujar beliau sambil nyengir.
Yee…kenapa tadi mengira aku bohong? pikirku kekhi.
Mata pelajaran bahasa Inggris pun berlalu, dan sekarang tiba pelajaran Akuntansi. Ternyata Pak Charlie ga masuk, karena harus mengantar istrinya ke rumah sakit. Hehe…sebenarnya nama aslinya Pak Chaerul, tapi anak-anak lebih suka memanggilnya Pak Charlie. Katanya sih, biar terdengar ‘keren’ gitchu…
Meski tidak ada guru yang mengajar, kami tetap tidak diperkenankan keluar kelas. Jadi dengan berat hati, kami harus duduk manis dalam kelas sambil menanti guru piket datang menyampaikan tugas yang akan kami kerjakan.
Dodo menyenggol tanganku. “Psst…ada kiriman surat dari Tari,” bisiknya sambil menyerahkan secarik kertas yang terlipat rapi. Aku segera mengambilnya sambil sebelumnya melirik pada gadis bernama lengkap Cut Tari itu. Eit…bukan Cut Tari yang artis itu loh. Tapi memang banyak kesamaan antara Cut Tari dan cewek ini.
Ntar ikut main ke jalan Jaksa ga? Demikian isi suratnya.
Weits…nama jalannya kaya’ judul sinetron ya? Ups…bukan kok, ini jalan tempat aku dan teman-teman biasa mangkal sepulang sekolah. Letaknya juga ga jauh dari sekolahku. Di sana tempatnya asyik. Kita bisa hang-out sepuasnya and dapat kenalan baru. Jajanannya juga asyik, macam siomay Bandung yang luar biasa nikmat, ataupun sekedar makan gorengan yang juga tak kalah lezat. Minumannya juga…
Aku langsung berhenti melamunkan makanan dan minuman di sana, karena tiba-tiba saja di depanku sudah berdiri non Alda. “Ngapain ngelamun? Mikirin gue ya?” tanyanya dengan PeDe.
Aku menggeleng dan tersenyum padanya. Dalam hati aku berteriak,Ya! Gue juga mikir kenapa elo bisa-bisanya memperlakukan gue seperti ini. Loe anggap gue apa??? Makanya, mendingan gue mikirin jajanan di jalan Jaksa daripada mikirin elo.
“Tari ngajak gue ke jalan Jaksa.” Akhirnya aku menjawab dengan jujur.
“Tari?” Alda mengernyitkan dahinya. Nampaknya ia bingung, tapi tak berkata sepatah kata pun.
Ayo dong cemburu! batinku sambil memandangnya.
“Ya udah, gue ikut ya…”
Lha? Aku langsung bengong. Kira’in dia mau nangis-nangis nyuruh gue jangan ke sana. Eh, dia malah mau ikut.
Sebentar kemudian, Alda nampak mendekati Tari dan terlihat olehku, dia seperti merayu-rayu gadis berdarah Aceh itu. Duh! Kesempatan gue ilang buat bikin Alda cemburu, sungutku kesal. Aku tahu benar, sejak dulu Tari naksir aku. Cuma, di mataku yang terlihat hanya Alda seorang. Tapi, kaya’nya di mata Alda yang terlihat 1000 cowok! BeTe!!!

*   *   *

Akhirnya sepulang sekolah, kami sekelas beramai-ramai pergi ke sana. Loh? Kok jadi rame begini sih? Ini gara-gara Dodo yang ngintip surat Tari waktu aku lagi membacanya. Dasar sial!
Setibanya di sana, aku langsung memesan siomay plus es campur. Begitu pula teman-teman. Tapi Nana yang bertubuh gempal nampaknya ga cukup hanya makan siomay, dia juga membeli gorengan. Buatnya, memang ‘Tiada hari tanpa ngemil’.
Aku sedang tertawa bersama teman-teman, tatkala kulihat sebuah mobil mewah warna hitam meluncur dan…berhenti tepat di depan Alda.  Seorang cowok tampak menuruni mobil itu dan hei…dia lebih ganteng, lebih keren, lebih tinggi, lebih…lebih… Aku tak sanggup meneruskan penilaianku, karena cowok itu memang terlihat ‘ciamik abis’. Kaya’nya sih dia eksekutif muda gitu.
“Eh, Bim…itu kan cowok yang sering nemuin Alda.” Suara Dodo mengejutkanku.
Aku memandangnya dengan marah. “Kenapa loe baru bilang sekarang?” ujarku gemas.
“Kaya’nya gue udah bilang dari kapan tahu deh, tapi loe-nya ga perduli and malah ga percaya.”
Aku langsung berusaha mengingat-ingat. O iya! Kaya’nya waktu itu Dodo udah bilang dan memperingatkanku, tapi aku ga mengindahkannya dan malah hanya tertawa sambil berlalu. Aku memandang Alda dari kejauhan. Bener-bener ga merasa bersalah. Udah jelas aku ada di sini, tapi dia kok…
“Gue pulang ya…” Aku langsung meraih tasku dan meninggalkan teman-temanku. Mereka semuanya memandangku dengan prihatin sambil berusaha menenangkanku. “Kalian nyantai aja… Lagipula gue emang udah janji sama nyokap mau pulang cepet,” ujarku sambil berusaha untuk tersenyum. Padahal hatiku marah dan sakit. Ingin rasanya aku menghampiri cowok itu dan menghajarnya!

*   *   *

Sampai di rumah, aku disambut mama dan…aduh mak! Cewek yang tadi pagi ngetawa’in aku waktu jatuh!
“Eh, Bimo baru pulang. Udah ditunggu dari tadi loh,” ujar mama sambil tersenyum dan melirik cewek itu sekilas. Mungkin ingin tahu expresinya waktu melihatku. Maklum…selama ini mamaku always PeDe kalau anaknya emang paling cakep sedunia.
Aku garuk-garuk kepala seperti orang ketombean, padahal nggak. Hehe…ini karena aku canggung di hadapan cewek itu.
“Ini Alma. Masih ingat, nggak?” tanya mama sambil membantuku meletakkan tasku.
Alma? Aku mengernyit. Kaya’nya pernah denger deh. Dia kan… Aku berhenti sejenak. Ya ampun! Dia kan tetangga dan teman mainku waktu kecil! Saat SD kelas 6 dia sekeluarga pindah rumah. Dan setelah itu, kontak kamu terputus begitu saja. Menyedihkan…
“Iya! Aku inget!” seruku dengan semangat ’45 hingga mengejutkan mama dan tentu saja Alma. Namun sebentar kemudian mereka berdua tersenyum.
“Alma dan keluarganya pindah lagi ke sini. Sekarang mama dan papanya masih di luar kota, karena itu Alma dan kakaknya datang duluan ke sini. Kakaknya siang ini lagi kuliah, jadi Alma main ke sini, ” jelas mama.
“Ooh…” Hanya satu kata itu yang keluar dari mulutku, karena selanjutnya kami bertiga mengobrol. Setelah itu, aku mengantarnya pulang.
“Makasih ya udah dianterin,” ujar Alma sambil tersenyum manis.
“Sama-sama,” balasku dengan senyuman yang aku yakin ga kalah manis.
“Oh ya…lututnya…” Alma berhenti sejenak sambil memandangi lututku yang tadi luka waktu jatuh. “Maaf ya tadi gue ngetawa’in elo,” katanya dengan nada menyesal.
“Ga pa-pa kok,” sahutku enteng.
“Kalo gitu… SYUKURIN!!!” Tiba-tiba Alma berteriak lantang sambil tertawa-tawa dan berlari masuk rumahnya.
Sial! Gue dikerja’in! Tapi aku malah ikut tertawa sambil melambai padanya. Awas ya! Gue akan jadikan loe pacar gue menggantikan Alda, si playgirl itu! tekadku dalam hati. Namanya hampir mirip kan? Hehehe…
           Lagipula, hmm…’bidadari kecilku’ yang dulu telah kembali. Bidadari yang selalu muncul dalam mimpiku. Aku memang tidak bisa melupakannya. Dia adalah teman terbaikku sejak dulu, dan sekarang… bakal jadi pacar kali yee…

*   *   *   *  *
                                                                                         August ‘15th , 2005 


------------------------------------

Story ini memang dibuat Agustus 2005, tapi saya lupa dimuatnya tahun berapa ya? hehehe 

Yang jelas, lagi-lagi saya tidak tahu kalau cerita saya ini ternyata dimuat di sebuah tabloid karena tahu-tahu saya memperoleh sesuatu dari mereka ^^ 

Yupz... tepatnya di tabloid 'Gaul'

Seingat saya, waktu itu majalah 'Story' baru saja edisi-edisi awal, jadi kemungkinan cerita saya itu dimuat sekitar tahun 2009

Sedihnya... saya yang tidak pernah berlangganan (karena saya membeli kalau saya sempat ke toko buku atau penjual majalah), alhasil saya kehabisan edisi dimana cerpen saya ini dimuat T_T


Tidak ada komentar:

Posting Komentar